Tikus
Tikus (Rattus argentiventer (Rob. & Kloss)) merusak tanaman padi pada semua tingkat pertumbuhan, dari semai hingga panen, bahkan di gudang penyimpanan. Kerusakan parah terjadi jika tikus menyerang padi pada fase generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru. Tikus merusak tanaman padi mulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir. Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang hari, tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang fase generatif.
Cara pengendalian
Kendalikan tikus pada awal musim tanam sebelum memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS (Trap Barrier System) / Sistem Bubu Perangkap) dan LTBS (Linear Trap Barier Sistem). Gropyok dan sanitasi dilakukan pada habitat-habitat tikus seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan. Pemasangan bubu perangkap pada pesemaian dan pembuatan TBS dilakukan pada daerah
endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal musim tanam.
Keong mas
Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) diperkenalkan ke Asia pada tahun 1980an dari Amerika Selatan sebagai makanan potensial bagi manusia. Namun, kemudian keong mas menjadi hama utama padi yang menyebar ke Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Keong mas memakan tanaman padi muda serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal.
Cara pengendalian
Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama untuk padi tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada tabela (tanam benih secara langsung). Setelah itu, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.
Semut merah memakan telur keong, sedangkan bebek (dan kadang-kadang tikus) memakan keong
muda. Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam); keong dapat dipanen, dimasak untuk dimakan oleh manusia.
• Pungut keong dan hancurkan telurnya. Hal ini paling baik dilakukan di pagi dan sore hari ketika keong berada pada keadaan aktif. Tempatkan tongkat bambu untuk menarik keong dewasa meletakkan telurnya.
• Tempatkan dedaunan dan pelepah pisang untuk menarik perhatian keong agar pemungutan keong lebih mudah dilakukan.
• Keong bersifat aktif pada air yang menggenang/ diam dan karenanya, perataan tanah dan pengeringan sawah yang baik dapat menekan kerusakan. Buat saluran-saluran kecil (misalnya, lebar 15-25 cm dan dalam 5 cm) untuk memudahkan pengeringan dan bertindak sebagai titik fokus untuk mengumpulkan keong atau membunuh keong secara manual. Apabila pengendalian air baik, pengeringan dan pengaliran air ke sawah dilakukan hingga stadia anakan (misalnya, 15 hari pertama untuk tanam pindah dan 21 hari pertama untuk tabela).
Sumber :
http://balitpa.litbang.deptan.go.id;
htpp://www.puslittan.bogor.net; www.litbang.deptan.go.id;
www.knowledgebank.irri.org
Jumat, 22 April 2011
PENGENDALIAN HAMA TIKUS DAN KEONG MAS PADA PADI
Sabtu, 16 April 2011
JERAMI PADI JADI KOMPOS
Tanah dinyatakan subur bila dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah cukup dan seimbang serta mempunyai aerasi yang optimum. Tanah yang terus menerus ditanami tingkat kesuburan tanahnya akan semakin berkurang karena sebagian besar hara yang terdapat didalamnya akan diangkut keluar oleh tanaman. Hara yang ditambahkan dari pupuk melalui pemupukan merupakan suplai terbesar dari suatu sistem tanah. Unsur hara yang ada di dalam tanah sangat dibutuhkan tanaman untuk dapat hidup dan berkembang biak. Dengan bantuan energi dari sinar matahari, hara dari dalam tanah ditambah dengan karbon dioksida dari udara ini diubah menjadi senyawa komplek untuk membentuk batang, daun, dan bulir-bulir padi/beras. Padi/beras akan dipanen dan dibawa ke tempat lain, sedangkan jerami sisa-sisa panen umumnya dibakar.
Jerami yang dihasilkan dari sisa-sisa panen sebaiknya jangan dibakar, tetapi diolah menjadi kompos dan dikembalikan lagi ke tanah. Kompos jerami ini secara bertahap dapat menambah kandungan bahan organik tanah, dan lambat laun akan mengembalikan kesuburan tanah.
Dilihat dari segi recycle, tentu sangatlah jelas bahwa limbah jerami dapat didaur ulang kembali menjadi barang yang lebih bermanfaat khususnya bagi penyediaan unsur hara tanah, dari segi reuse, penggunaan limbah jerami dapat dipergunakan secara terus menerus untuk dapat memenuhi kebutuhan unsur hara tanah, dilihat dari segi reduce, dengan menggunakan limbah jerami dapat mengurangi tingkat polusi, karena penggunaan limbah jerami dapat menimbulkan polutan apabila dibakar sehingga dapat menimbulkan polusi udara dan dapat berakibat pada pemanasan global yang akan berakibat buruk pada bumi kita.
Dengan mengolah kembali limbah jerami menjadi kompos, kita dapat menghemat pembelian pupuk organik. Jika kita membandingkan pupuk organik sebanyak 1 kg dengan harga Rp.2000-7500 , dengan pupuk kompos jerami 1 kg yang dapat dibuat sendiri dengan biaya operasional Rp 0, ,maka dapat menghemat biaya operasional lahan sebesar Rp. 2000-7500 per 5 meter persegi lahan.
Pembuatan pupuk jerami hanya mempergunakan teknologi fermentasi. Selama masa fermentasi akan terjadi proses pelapukan dan penguraian jerami menjadi kompos. Selama waktu fermentasi ini akan terjadi perubahan fisik dan kimiawi jerami. Proses pelapukan ini dapat diamati secara visual antara lain dengan peningkatan suhu, penurunan volume tumpukan jerami, dan perubahan warna.
Suhu tumpukan jerami akan meningkat dengan cepat sehari/dua hari setelah inkubasi. Suhu akan terus meningkat selama beberapa minggu dan suhunya dapat mencapai 65-70 oC. Pada saat suhu meningkat, mikroba akan dengan giat melakukan penguraian/dekomposisi jerami. Akibat penguraian jerami, volume tumpukan jerami akan menyusut. Penyusutan ini dapat mencapai 50% dari volume semula. Sejalan dengan itu wana jerami juga akan berubah menjadi coklat kehitam-hitaman. Kompos jerami yang sudah memiliki ciri-ciri demikian berarti sudah cukup matang dan siap diaplikasikan ke sawah. Kompos jerami diaplikasikan di tempat di mana jerami tersebut diambil.
Sumber: http://onlinebuku.com/2009/01/08/pemanfaatan-jerami-menjadi-kompos-jerami/comment-page-1/#comment-1388
Jerami yang dihasilkan dari sisa-sisa panen sebaiknya jangan dibakar, tetapi diolah menjadi kompos dan dikembalikan lagi ke tanah. Kompos jerami ini secara bertahap dapat menambah kandungan bahan organik tanah, dan lambat laun akan mengembalikan kesuburan tanah.
Dilihat dari segi recycle, tentu sangatlah jelas bahwa limbah jerami dapat didaur ulang kembali menjadi barang yang lebih bermanfaat khususnya bagi penyediaan unsur hara tanah, dari segi reuse, penggunaan limbah jerami dapat dipergunakan secara terus menerus untuk dapat memenuhi kebutuhan unsur hara tanah, dilihat dari segi reduce, dengan menggunakan limbah jerami dapat mengurangi tingkat polusi, karena penggunaan limbah jerami dapat menimbulkan polutan apabila dibakar sehingga dapat menimbulkan polusi udara dan dapat berakibat pada pemanasan global yang akan berakibat buruk pada bumi kita.
Dengan mengolah kembali limbah jerami menjadi kompos, kita dapat menghemat pembelian pupuk organik. Jika kita membandingkan pupuk organik sebanyak 1 kg dengan harga Rp.2000-7500 , dengan pupuk kompos jerami 1 kg yang dapat dibuat sendiri dengan biaya operasional Rp 0, ,maka dapat menghemat biaya operasional lahan sebesar Rp. 2000-7500 per 5 meter persegi lahan.
Pembuatan pupuk jerami hanya mempergunakan teknologi fermentasi. Selama masa fermentasi akan terjadi proses pelapukan dan penguraian jerami menjadi kompos. Selama waktu fermentasi ini akan terjadi perubahan fisik dan kimiawi jerami. Proses pelapukan ini dapat diamati secara visual antara lain dengan peningkatan suhu, penurunan volume tumpukan jerami, dan perubahan warna.
Suhu tumpukan jerami akan meningkat dengan cepat sehari/dua hari setelah inkubasi. Suhu akan terus meningkat selama beberapa minggu dan suhunya dapat mencapai 65-70 oC. Pada saat suhu meningkat, mikroba akan dengan giat melakukan penguraian/dekomposisi jerami. Akibat penguraian jerami, volume tumpukan jerami akan menyusut. Penyusutan ini dapat mencapai 50% dari volume semula. Sejalan dengan itu wana jerami juga akan berubah menjadi coklat kehitam-hitaman. Kompos jerami yang sudah memiliki ciri-ciri demikian berarti sudah cukup matang dan siap diaplikasikan ke sawah. Kompos jerami diaplikasikan di tempat di mana jerami tersebut diambil.
Sumber: http://onlinebuku.com/2009/01/08/pemanfaatan-jerami-menjadi-kompos-jerami/comment-page-1/#comment-1388
Langganan:
Postingan (Atom)